18 Jan 2017

Review Buku : Senja, Hujan & Cerita Yang Telah Usai

0

Tahun 2017 ini saya mencoba hal baru, mungkin bagi sebagian orang ini bukan hal yang baru, tapi bagi saya ini hal yang baru di blog ini. Sebelum-sebelumnya sih saya emang sudah suka sekali membaca, bahkan dari sejak di bangku SMP saya suka membaca, awalnya dari komik (tertular kakak yang suka baca komik) laluuu pas masuk SMK eh ternyata di perpustakaannya banyak buku yang ceritanya bagus-bagus yang gak cuma cerita seram (maklum pas SMP kakakku cuma beli novel horror). Dari situlah saya kenal dengan novel lalu mencoba membeli 1-2 novel, eh keterusan sampai sekarang.


Dulunya sih emang sempat kepikiran buat review dari buku-buku yang saya baca, cuma rada bingung gimana cara mereviewnya, takut salah-salah kata. Tapi berhubung beberapa tahun ini tiap mau beli buku saya cari-cari dulu review dari buku tersebut di Google, saya berpikir lagi pasti akan sangat membantu jika saya juga ikut membuat review salah satu buku yang belum ada reviewnya (soalnya sering gak nemu review dari buku yang saya ingin beli), tapi ah niat itu tersingkirkan lagi toh saya kurang pandai menilai.

Lalu, sekarang saya mencoba. Yaahh... yang namanya review berarti kan semua terserah saya dong ya, saya sebagai pembaca, sebagai penikmat buku, sudah tentu saya menilai dari sudut pandang saya. Oke, buku pertama yang selesai terbaca di awal Tahun 2017 adalah "Senja, Hujan & Cerita Yang Telah Usai" karya Boy Candra.

Judul : Senja, Hujan & Cerita Yang Telah Usai
Penulis : Boy Candra
Penerbit : Media Kita
Tahun Terbit : 2015
Harga : Rp. 52.000
Bintang : ★★★☆☆

"Buku ini saya persembahkan untuk orang-orang yang pernah dilukai, hingga susah melupakan. Untuk orang-orang yang pernah mencintai, tapi dikhianati. Juga yang pernah mengkhianati, lalu menyadari semua bukanlah hal baik untuk hati. Kepada orang yang jatuh cinta diam-diam, suka pada sahabat sendiri, tidak bisa berpaling dari orang yang sama, dan hal-hal yang lebih pahit dari itu. Saya pernah ada di posisi kamu saat ini. Mari mengenang, tapi jangan lupa jalan pulang. Sebab, setelah tualang panjang ke masa lalu, kamu harus menjadi lebih baik. Dan, mulailah menata rindu yang baru. Katakan kepada masa lalu: kita adalah cerita yang telah usai."

Saya bercerita dulu, buku ini awalnya saya dapat dikasih sama adik kelas. Saat dia akan pergi bekerja ke Jakarta, dijanjikan saya yang saat itu pinjam bukunya karya Boy Candra juga bahwa saya akan dikasih bukunya Boy Candra yang lain, mengingat saya yang baperan katanya. Kenapa saya memilih membaca buku ini di awal tahun, karena saya ingin mengenang atau bisa dibilang napak tilas 😁, ingin tahu sudahkah saya baik-baik saja.

Satu hal yang tergambar dari buku ini adalah BAPER, cocok bagi kalian yang memang suka baper, apalagi yang gagal move on 😂 Saya? Ah entahlah saat membacanya saya tidak dalam keadaan baper atau memang saya sudah baik-baik saja. Cuma ya itu, karena memang isinya tulisan-tulisan baper saya seringnya bosan. Jadi satu malam saya membacanya tidak lebih dari 5 halaman, kadang hanya 1 halaman pun sudah saya tutup bukunya. Tapi kalau ada yang mengena di hati, saya hanya membatin "ah ya seperti itu" sambil senyum-senyum sendiri.

"Kali ini aku ingin mengingatmu berkali-kali. Bukan untuk memintamu kembali. Bukan untuk membawamu hidup lagi dalam hidupku. Aku hanya ingin mengenang masa-masa sulit. Masa-masa dulu bagaimana bertahan sakit. Bagaimana berjuang dan bangkit. Bagaimana mencari jalan pulang, setelah kamu patahhatikan dan buang." (Hal. 98)

"Setelah cinta pertama dan dipatahhatikan untuk pertama kalinya, aku jatuh cinta lagi, juga patah hati lagi. Berkali-kali. Terkadang ada saatnya aku merasa lelah. Apakah hati diciptakan Tuhan hanya untuk dibuat patah? Seperti halnya impian yang kadang harus berubah. Namun, hidup harus terus berjalan. Tidak ada alsan yang bisa diterima untuk menghentikan tujuan. Bahkan, patah hati paling patah pun tidak berhak membunuh hidupmu." (Hal. 220)

Ingatan saya terputar beberapa tahun ke belakang, bagaimana saya yang tiba-tiba saja menangis saat berada di ruangan kerja saya, merasakan perih hati saya, yang tiba-tiba saja saya menjadi sangat cengeng. Mengingat saya yang pernah sangat limbung, lalu saya memilih bertahan hanya untuk menguatkan hati saya. Mengingat bagaimana saya yang setelah itu memilih bangkit meninggalkan hati saya begitu saja. Ah masa-masa itu, masa-masa sulit yang terasa sangat manis saat dikenang sekarang. Saya tersenyum mengingat diri saya yang tiba-tiba saja menangis saat diajak nongkrong sahabat saya di trotoar saat itu.

"Menjadi kamu mungkin menyenangkan, setelah dicintai bisa semudahnya membuang. Setelah disayangi lantas kamu merasa berhak menyakiti. Sementara aku tertatih untuk berdiri kembali." (Hal. 116)

"Luka itu bagian dari pendewasaan hidup. Satu hal yang menarik dari luka adalah, kamu bisa menikmati fase sembuhnya. Kamu bisa belajar, untuk menjadi sembuh dari luka harus bagaimana. Lalu, jika suatu hari ada yang melukai lagi, kamu paham harus melakukan apa. Itulah alasan terbaik menikmati masa dilukai. Jangan hanya galau, lalu tidak belajar dari kesialanmu. Pahamilah, setiap hal yang terjadi ada hikmahnya. Termasuk saat kamu dibuat patah hati dan hatimu terluka." (Hal. 176)

Luka itu pembelajaran juga, tapi sangat jarang yang mengambil pengertian seperti itu saat terluka. Manusiawi sih, saya dulu juga begitu. Namanya juga ada fasenya, ada waktunya saat harus galau, saat harus mengambil hikmahnya. Tapi setidaknya sekali lagi benar apa yang dikata Boy Candra, karena sudah belajar dari luka yang pertama maka luka-luka selanjutnya mudah saja menyembuhkannya, tidak terlalu lama berlarut dalam kegalauan.

"Barangkali begini, kamu tidak pernah bisa mengikhlas kesalahannya. Kamu tidak pernah belajar menerima kenyataan. Dan, kamu terus membenci karena rasa kecewamu. Atau, kamu dendam kepadanya karena telah menyakitimu. Ingin dia juga merasakan kesakitan yang kamu rasakan. Itulah mengapa kamu masih saja tidak bisa melupakannya." (Hal. 181)

Paragraf diatas sebenarnya sangat cocok bagi yang belum bisa melupakan, saya bahkan pernah menulis tentang move on itu sendiri disini. Saya juga pernah berdiskusi dengan salah seorang kawan tentang move on, dimana dia lebih memilih melupakan dengan membenci, dan saya memilih mengikhlaskan dengan berdamai. Dari paragraf tersebut diatas, saya jadi ingat dengan diskusi bersama kawan saya itu, barangkali memang seperti yang dikata Boy Candra, ingin dia juga merasakan kesakitan yang kamu rasakan.

Jadi menurut saya buku ini tidak cocok bagi yang tidak sedang baper, justru akan terasa membosankan. Seperti saya yang hanya lempeng saja membacanya, apalagi gaya bahasanya juga gak terlalu berat jadi membacanya pun tak termakna, kecuali bagi yang memang pernah atau sedang merasakan sudah dipastikan akan membatin "Ah ini seperti saya."

Jadi, review pertama segini dulu, karena masih kagok untuk ngasih penilaian-penilaian lainnya. Saya kasih 3 bintang dari 5 bintang karena memang menurut saya buku ini terasa biasa 😁 atau karena memang saya tidak sedang galau.

0 orang yang sudi mengomentari:

Post a Comment

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com