18 Nov 2015

Daun Yang Jatuh Bukan Tidak Pernah Membenci Angin

3

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin
Aku sampai sekarang tidak paham kenapa harus belajar kepada daun yang jatuh? Kenapa pula mereka tahu bahwa daun yang jatuh tersebut dikatakan ikhlas jatuh ke bumi? Dan kenapa mereka seolah mengerti bahwa daun yang jatuh itu tak pernah sekalipun marah kepada angin? Aku tidak tahu.


Tidakkah mereka berpikir jika seandainya menjadi daun, apa yang mereka rasakan ketika akhirnya dijatuhkan angin ke bumi disaat sedang senang-senangnya bercengkrama dengan ranting. Ah terlalu jauh jika aku mengumpamakan mereka seperti daun, bahkan aku tahu, sangat tahu malah bagaimana sakitnya ketika terpaksa harus menguburkan hati yang sedang senang-senangnya menangkap cinta. Tapi mereka seakan-akan menipu diri bahwa daun tak pernah protes, tak pernah marah, tak pernah merasa sakit, dan menerima apapun yang terjadi pada dirinya. Mereka seakan-akan berharap dengan berpikir seperti itu maka rasa sakit yang diterima karena penguburan paksa atas hati sedikit mereda.

Daun tidak pernah meminta untuk dijatuhkan angin ke bumi, daun tak pernah sekalipun meminta untuk meninggalkan ranting pohon, bahkan mungkin tanpa mereka ketahui daun sangat bahagia berwarna hijau berada di pohon dan diam-diam berdoa agar senantiasa seperti itu. Tapi inilah kenyataan, bagaimana mungkin mereka menganggap daun tidak merasakan sakit ketika harus meninggalkan ranting pohon. Ia bahkan menangis, mencoba protes kepada angin, mencoba marah kepada semuanya. Namun, ia hanya bisa diam, menatap nanar dari bawah ranting pohon dimana tempat ia berada sebelumnya, tersenyum sedih saat tahu ternyata bukan hanya dirinya yang berada di pohon itu. Ada banyak daun lain, dan ia harus mulai menerima bahwa dirinya sudah selesai menunaikan tugas di ranting pohon itu, ia memang harus jatuh terkapar di bumi.

Daun memang tak pernah mengungkapkan amarahnya kenapa harus dia, ia lebih memilih menerima meski dengan terpaksa karena ia tahu tak ada gunanya protes kepada angin. Ia bukan seperti manusia yang bisa dengan mudahnya mengungkapkan apa yang ada di benaknya, tapi ia merasakan sakit, teramat sakit. Aku memang masih belum paham mengapa kita harus belajar terhadap daun, namun aku tahu belajar dari alam adalah metode pembelajaran yang terbaik karena alam tak pernah membohongi kita. Daun yang jatuh bukan tidak pernah membenci angin, hanya saja ia bukan manusia yang dengan mudahnya bisa membenci.

PS : Entah kenapa pas lagi buka sosial media mukabuku, lah kok ada pertanyaan seperti pada paragraf pertama.

Related Posts:

  • Nona Kesepian #1 Akulah Sang Nona Kesepian  Akulah Sang Nona Kesepian, hanya menghabiskan waktu menekuri perasaan. Sudah tak terhitung lagi berapa detik kuha… Read More
  • Sebilah Belati EmasMereka duduk berseberangan, saling menatap, tak berkedip. Sebilah belati emas teronggok di meja kaca depan mereka, berkilau, terlihat indah, tak ber… Read More
  • Daun Yang Jatuh Bukan Tidak Pernah Membenci Angin Daun yang jatuh tak pernah membenci angin Aku sampai sekarang tidak paham kenapa harus belajar kepada daun yang jatuh? Kenapa pula mereka tahu bah… Read More
  • Merindukan SenjaIa menarik napas panjang, matanya menerawang jauh. Di depannya terhampar lautan yang sangat luas, tampak garis lurus batas antara laut dengan langit. … Read More
  • Aku Masih Disini Terkadang cuma kehadiranmu saja, itu sudah cukup untuk menyadarkan aku bahwa aku masih berada disini, disampingmu. Lagi-lagi aku melihatmu berdiri… Read More

3 comments:

  1. Replies
    1. iya mbak, emang abis baca novel sebelumnya trus kepikiran nulis ini. hehehe

      Delete
  2. sungguh bacaan yang menarik, dari awal sampai akhir saya hanya bisa terkesima...

    ReplyDelete

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com