13 May 2016

Hijrah - Perjalanan Hati

3

Aku memilih hijrah bukan karena apa atau karena siapa, tapi karena aku ingin lebih dekat dengan Allah.
Sebenarnya ini hanya curhat saja sih, mengeluarkan segala uneg-uneg yang ada. Selama hampir beberapa hari ini hanya menatap laptop kosong, akhirnya saya berani menulis juga. Sebenarnya niatnya ingin menulis kali saja bisa menangis, hehe. Beberapa waktu lalu sebuah kenyataan menghantam saya hingga mencipta kernyit di dahi kiri. Saya bercerita kepada salah seorang sahabat saya, lalu menertawakan nasib saya, anehnya di tengah tawa saya justru menangis. Kemudian saya oleng, bahkan tidak ingat apakah yang terjadi adalah sebuah kenyataan atau hanya imajinasi saya, tapi sahabat saya yang lainnya lagi menemani saya bercerita, membuat saya menceritakan tentang kenangan, tiba-tiba saya terisak.


Ini bukan tentang patah hati yang pernah saya lalui dulu, bukan seperti itu. Ini hanyalah tentang ekspektasi saya yang terlalu tinggi hingga saya tidak bisa menerima bahwa kenyataannya sungguh diluar ekspektasi saya. Sahabat-sahabat saya mulai menghibur ini dan itu, membuat saya tertawa sekali lagi, menertawakan nasib yang menggandoli saya. Ah, bukan salah nasib saya, saya saja yang terlalu meninggikan ekspektasi lupa bahwa kenyataan tak selalu seindah ekspektasi itu sendiri.

Lalu saya mencari pegangan, dimana dulu pernah saya dapatkan lalu saya lepas lagi. Saya mencarinya, terus berdoa memohon agar saya bisa berpegang pada sesuatu yang kokoh, kuat, yang bisa kapan saja menolong saya saat saya terjatuh. Ini adalah perjalanan hati.

Saya tahu benar bahwa setiap orang punya alasan sendiri-sendiri dalam menutup aurat, meski memang benar dalam agama yang saya anut bagi wanita menutup aurat itu wajib. Saya terus berdoa, inikah jalanNya. Sempat ragu, lalu kembali yakin. Saya merenung, berpikir tentang segala hal yang saya lewati. Akhirnya saya mantap, memutuskan untuk mulai hijrah. Mengganti celana dengan rok, menutup rambut dengan kain kerudung, merubah kaos pendek dengan lengan panjang. Saya terus mencoba memperbaiki diri, bukan karena apa atau karena siapa, tapi karena saya ingin lebih dekat dengan Tuhan saya.

Saya memantapkan keputusan saya. Saya berpegangan erat pada agama saya, terus berdoa, mengharap yang terbaik dalam kehidupan saya. Anehnya, perasaan saya yang sebelumnya acak adul mulai lebih tenang, sesuatu yang menjatuhkan saya kini terlihat kecil, ekspektasi yang sempat saya anggap sebagai pegangan saya mulai saya lupakan. Allah Maha Besar. Sungguh, Allah Maha Besar. Entahlah menulis ini akhirnya saya bisa menangis setelah beberapa hari sahabat-sahabat saya membantu saya untuk menangis agar hati saya lebih plong, tapi saya tetap cengkal terdiam. Tapi kini saya sudah plong, saya menangis saat mengungkapkan Allah Maha Besar.

Ya... semoga istiqomah dan terus memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi di hadapan Allah. Amin.

Related Posts:

  • Curhat #3 Hatiku tak lagi mempedulikannya Entah akan kau sebut apa Dia, aku tak peduli. Pria atau wanita, aku sudah tidak peduli. Karena aku tak ingin pedul… Read More
  • Perihal Rindu Aku tak lagi merindukanmu Rindu mengetuk hatimu, sekelebat. Kamu tak menggubrisnya, membiarkan ia tergeletak tak bertuan. Aku memungut rindu, di … Read More
  • Nona Kesepian #6 Ia tetaplah si Nona Kesepian, ada atau tidak adanya dirimu Tuan. Halo Tuan, sudah lama aku tidak melihatmu. Waktu itu kamu datang sekejap, aku men… Read More
  • Nona Kesepian #4 Ia menunggumu untuk melihat rumput yang bergoyang Apa kabar Tuan? Apakah harimu masih sesibuk hari kemarin? Apakah kali ini kamu sudah mencoba mel… Read More
  • Nona Kesepian #5 Kamu sudah tidak lagi hadir. Membiarkan Nona semakin kesepian, memeluk diri sendiri, menangis di ujung senja. Kamu sudah tidak lagi hadir. Membiark… Read More

3 comments:

  1. Selamat menjalani hari yang lebih baik ;), semoga istiqomah yaa

    ReplyDelete
  2. semoga selalu istiqomah mbak :)

    ReplyDelete
  3. aku senang bacanya fit, selamat ya :)

    ReplyDelete

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com