Tiket Kereta Api |
Kita jalaaaannn aja ke arah Simpang Lima, jalanan sepi dan yang kita jadikan pegangan adalah GPS. Berjalan di trotoar kota semarang hanya satu yang jadi pusat perhatian : Sampah, sumpah kotor banget trotoarnya. Kita jalan sampai di Lawang Sewu dan Monumen Tugu, berhubung udah malam banget ya cuma foto sebentar. Kita lanjutin lagi jalan ke Simpang Lima, tanya ke kakek-kakek yang jalan sendiri eh beliau malah balik tanya "berdua saja?" aku jawab "iya mbah", lah mbahnya ngasih wejangan "Hati-hati cewek-cewek sudah malam ini, lahkok wani cuma wedok-wedok tok (bahasa jawa-red)", kita mah cuma cengar-cengir.
Lanjut jalan di tengah jalan sahabat saya ngantuk berat, berhenti sebentar di trotoar buat tidur. Saya sih karena tahan melek yaa saya mainan hp. Sempat didatangin orang naik motor tanya "mau kemana?" kayaknya sih tukang ojek, aku bilang disini saja pak. Untunglah orangnya langsung pergi. Kalau backpacker malam gitu saya cuma punya satu kalimat pegangan, "Jangan berpikir macam-macam dan aneh-aneh, berpikir yang baik-baik saja agar yang mendekat nantinya juga yang baik-baik."
Monumen Tugu |
Sudah berapa jauh kaki ini melangkah? |
Beberapa menit kemudian sahabat saya ingin meneruskan jalan lagi, akhirnya kita jalan dan sampai di Lapangan Simpang Lima pukul 02.00 dini hari. Ngopi sebentar sambil bercerita dengan bapak-bapak penjual kopi dan temannya yang katanya pernah kerja di Surabaya. Si bapak-bapak itu ngasih ide buat jalan ngelilingin Simpang Lima "Monggo mbak kalau mau keliling, kesana-kesana. Mboten nopo-nopo." Kita pun beranjak dan keliling foto-foto.
Karena menjelang subuh, kita masuk ke Masjid Agung di Simpang Lima. Bersiap untuk Sholat Subuh, abis itu baru deh tiduuurrr.
Simpang Lima |
Simpang Lima |
Simpang Lima |
Bangun-bangun udah pukul 07.00 pagi, cuci muka sebentar dan alamaak ramai benar Simpang Lima di Hari Minggu, karena ternyata disitu diadakan Car Free Day. Kita pun cari sarapan, karena memang budget nipis cari sarapannya masuk gang-gang, takut kalau beli di Simpang Limanya malah mahal-mahal (tips backpacker, hahaha). Setelah sarapan, rencana kita adalah ke Klenteng Sam Poo Kong dan Hutan Tinjomoyo, kata sahabat saya disana bagus dan dia pengen kesana. Dulunya sih ada Kebun Binatangnya, sekarang sih udah enggak. Kita browsing-browsing sih jauh dari tempat kita sekarang. Tanya-tanya ke orang yang jual nasi, disuruh naik angkutan tapi dia juga tidak begitu tahu angkutan nomer berapa. Angkutan di Kota Semarang ternyata warnanya sama yang membedakan hanya nomornya, beda dengan di Surabaya tiap angkutan warnanya beda dan tiap jurusan diwakili dengan huruf bukan nomor misal kalau angkutan arah Kenjeran-JMP melewati Pogot maka nama angkutannya JMK warnanya coklat kekuningan, kalau Kenjeran-JMP melewati Pasar Atum maka nama angkutannya R warnanya coklat.
Sam Poo Kong |
Untung pas ke Klenteng Sam Poo Kong sopir angkutannya baik, ngasih tahu arah-arahnya pas kita turun. Karena di Sam Poo Kong masih pagi jadi udaranya juga sejuk, masih sepi juga. Baru beberapa jam kemudian kita melanjutkan perjalanan ke Hutan Tinjomoyo, mencoba bertanya pada Satpam Klenteng dengan percakapan seperti ini :
Aku : "Pak, permisi mau tanya, kalau ke Hutan Tinjomoyo darisini naik angkutan apa ya pak?"
Satpam yang merasa kesal karena percakapannya dengan wanita berkerudung terpotong, menjawab tanpa menoleh : "Oh jauh mbak darisini."
Aku : "Oh gitu ya pak, naik angkotnya yang nomer berapa ya pak?"
Satpam mulai serius melihat duo cewek imut-imut mirip anak kucing kehilangan induknya : "Mbak. Kalau mau naik angkot ke Tinjomoyo darisini mbaknya bisa oper dua kali loh, jauh soalnya."
Aku : "Iya gak apa-apa pak jauh."
Satpam : "Naik taksi saja mbak, langsung berhenti di tempatnya."
Aku dan sahabatku menelan ludah sambil berpandangan (dalam hati sih sudah mencak-mencak).
Sahabatku : "Kita mau naik angkot aja pak, misal naik bis gitu bisa gak pak?"
Satpam : "Oh ada bis, lewat depan situ (nunjuk jalan raya depan)"
Sahabatku : "Oh gitu ya pak, kalau gitu makasih pak."
Si satpam kembali asyik berbincang dengan wanita berkerudung sambil tertawa-tawa.
Sumpah nggondok banget tuh aku sama temanku, udah hawanya mulai panas. Entah deh Semarang emang panas banget atau emang lagi musim panas, kita ngadem di minimarket dekat situ sambil beli minuman dingin lalu pergi ke depan jalan raya, duduk sambil nunggu bis lewat. Kita duduk, duduk dan terus duduk, tak ada satu bispun nongol, akhirnya sahabat saya mencoba bertanya ke tukang potong rambut yang ternyata pendatang juga tapi dibilanginnya kalau bis emang lamaa banget lewatnya. Ya udah kita duduk lagi......
Duduk.....
Duduk.......
Duduk...........
Berbincang..... Tertawa..... Bosan..... dan duduk menunggu.....
Menunggu......
Menunggu.......
Masih menunggu.......
Tetap menunggu.........
Puah, bosan. Saya memberi usul untuk berjalan saja dulu, kali aja nanti ada bis lewat. Sahabat saya mengiyakan, kita berjalan di bawah terik matahari, panassss banget-banget. Pas udah kepanasan banget si bis pun nongol, keneknya teriak-teriak, kita bertanya "Tinjomoyo pak." si kenek cuma bilang "Masuk-masuk." Yaudah lah masuk dulu, panas ini.
Pas sampai di persimpangan, bapak kenek itu bilang "turun sini mbak, nanti mbaknya jalan ke arah sana trus naik angkutan, disitu tanya saja sama sopirnya." Kita pun turun sambil bilang makasih. Jalan seperti yang diarahkan bapak kenek emang ada angkutan ngetem disitu, kita naik saja. Cuma ya itu ngetemnya lamaaaaa banget, sampai ada penumpang yang turun, kita mah nyantai aja nungguin. Baru pas emang ramai plus dikomplain banyak penumpang, angkutan itu pun berangkat. Laah disini kita bingung, karena aku dan sahabatku kegencet di belakang angkot jadinya bingung mau turun dimana, lihat di GPS juga bingung mengira-ngira sebentar lagi mau turun, bicara bisik-bisik sama sahabat saya eeh ada ibu-ibu disebelah saya yang ngeliat kita kebingungan tanya "mau kemana mbak?", "Hutan Tinjomoyo buk", "Loh turun sini mbak, kiri-kiri pak. Mbaknya turun sini, jalan terus kesana. Dulu sih ada kebun binatangnya, sekarang udah enggak", "Oh iya buk, makasih." Kita pun turun persis di pertigaan, dan jalan ke arah yang dikatakan ibu tadi.
Wuaaahh Hutan Tinjomoyo sebenarnya bagus banget loh tempatnya, pas kesana ada yang foto prewed dan acara seperti perkemahan gitu. Kita memilih duduk di rumput, beli bakso, makan sambil bercerita. Pas di tengah cerita ada nenek-nenek pemulung gitu yang kecapaian dan duduk di dekat kita. Penasaran, kita tanya rumahnya dimana, si nenek cerita rumahnya dekat situ sambil menyebut nama desa, dia hidup sendirian, punya anak tapi anaknya pergi ke Jakarta (kayaknya) dan gak pulang-pulang, dia hidup dengan mengambil sampah-sampah yang masih bisa dipakai, seperti gelas atau botol. Kita merasa kasihan, saya berpikir tentang orangtua saya yang nantinya menua dan membuat saya takut karena memang saya berniat untuk pergi merantau kelak, meninggalkan orangtua saya tentunya.
Hutan Tinjomoyo |
Hutan Tinjomoyo |
Kita bermain air sebentar di bawah jembatan di Tinjomoyo sebelum pergi dan melanjutkan perjalanan ke Kota Lama. Satu kata yang aku rasakan di kota Semarang : PANAS. Kita selalu memilih ngadem di minimarket sambil beli minuman dingin. Pas dari Tinjomoyo ini kita baru tahu kalau ada Bus Trans, itu pun tahunya tanya ke karyawan minimarket. Jadinya lebih mudah kalau naik Bus Trans. Kita pun meluncur ke Kota Lama sekalian foto di depan Gereja Bleduk. Baru rada sore-sore gitu, kita meluncur ke Lawang Sewu. Disini kita bingung turunnya pas naik Bus Trans, kan Bus Trans gak bisa seenaknya turun, laah haltenya kelewat soalnya kita gak tahu turunya dimananya, nunggu halte berikutnya jauh banget 2km, akhirnya kita naik angkot balik ke Lawang Sewu. Di dalam angkot enak-enaknya bercanda eh ada bapak-bapak tanya ke kita "Dari jawa timur ya mbak?" "Iya pak." "Udah keliat dari logatnya." Eaaa.... Logat suroboyonya kita emang kental banget, hehehe.
Gereja Bleduk |
Ada Bonek di Kota Lama Semarang |
Kota Lama Semarang |
Lawang Sewu |
Langit Lawang Sewu hari itu |
Kenangan hari itu |
Tiket Bus Trans |
Setelah puas disini, kita memilih jalan pas pulang ke arah stasiun, jangan tanya jauh apa gak? Jauuuhh banget, tapi kita milih jalan soalnya pengen ngerasain suasana Kota Semarang menjelang maghrib. Sebelum naik kereta, kita beli makan malam untuk dimakan di dalam kereta.
Alhamdulillah sesampai di Surabaya pukul 02.00 pagi dengan selamat.
Kesimpulan : Yang saya suka dari Kota Semarang adalah warganya baik-baik, dan saya sempat akan menjadikan Kota Semarang tujuan dari tempat saya merantau nantinya. Saya jatuh cinta dengan kebaikan warga kota Semarang kecuali satpam yang ada di Klenteng Sam Poo Kong, hehehe.
ah semarang, cuma pernah lewat2 doang gitu
ReplyDeletecupu ya eyke
kangen update anmu pit dan daku senang dikau update
pengen nang tinjomoyo huhu durung keturutan, semarang ancen panas koyoke ak pas mrono panas banget
ReplyDelete