Ia menunggumu untuk melihat rumput yang bergoyang |
Apa kabar Tuan? Apakah harimu masih sesibuk hari kemarin? Apakah kali ini kamu sudah mencoba meluangkan waktu hanya untuk melihat rumput bergoyang? Seperti yang pernah Nona katakan waktu itu.
Rumput itu benar-benar bergoyang Tuan, aku pernah melihatnya. Awalnya aku juga sama seperti dirimu, tak percaya apa yang dikatakan Nona. Tapi senja itu, aku berjalan di rerumputan yang tingginya sebatas pinggang, dan ia bergoyang, serentak, melambai, bersamaan, seirama dengan angin, terlihat sangat indah. Sama seperti yang pernah Nona katakan waktu itu.
Anginnya benar-benar seperti alunan musik klasik Tuhan, aku juga mendengarnya. Senja itu, ketika aku melihat rumput yang sebatas pinggang itu bergoyang, aku juga mendengar anginnya, mengalun lembut, terdengar sangat merdu. Sama seperti yang pernah Nona katakan waktu itu.
Sudah 4 Senin ini kamu tidak muncul Tuan, dan sudah 4 senja Nona lewati hanya dengan berdiri di pinggir padang rumput yang tingginya sebatas pinggang. Ia masih menunggumu Tuan, menunggu kehadiranmu, untuk bersama-sama melihat rumput yang bergoyang sembari mendengar alunan musik klasik yang dimainkan oleh angin yang terkadang jahil memainkan helai-helai rambut Nona.
Senin ini kamu berjanji akan hadir menyaksikan orkestra musik klasik padang rumput bersama Nona. Ia sudah tidak sabar menunggu kedatanganmu, bahkan ia berlari kecil ke padang rumput itu, bersenandung, tertawa, tersenyum, tersipu. Membuatku kagum padanya. Ia bahkan datang sebelum senja muncul. Ia bahkan memakai pemerah bibir demi bertemu denganmu Tuan. Tapi hingga senja menghilang di sudut cakrawala, kamu tak jua tiba. Hingga musik klasik memainkan nada terakhir, kamu tak jua hadir. Hingga rumput selesai bergoyang, kamu tak jua datang.
Senin kelima, kamu lagi-lagi tidak muncul di hadapan Nona. Membuatnya tersedu sesenggukan di pinggir padang rumput. Angin pun tak mampu menghentikan tangisnya, rumput pun tak mampu menghapus linangan airmatanya. Aku tidak tega untuk melihatnya. Kenapa kamu berbohong Tuan? Kenapa kamu tega memercikkan cahaya di hati Nona, untuk kemudian kau padamkan seketika? Mungkin kali ini Nona akan menyerah untuk menunggumu di Senin nanti. Tapi aku salah, karena senja di Senin itu aku melihatnya tetap berdiri di pinggir padang rumput, menyaksikan rumput yang bergoyang sembari mendengar alunan musik klasik yang dimainkan angin. Nona masih menunggumu.
*
Surabaya
27/12/2015-22:50
Apa kamu masih ingat tentang candaan kita terhadap rumput-rumput yang ada di kampus? Aku mengingatnya.
Gambar koleksi pribadi
0 orang yang sudi mengomentari:
Post a Comment