Untuk kesekian kalinya kau tersenyum simpul, membuatku jengah untuk menjelaskan padamu bahwa aku rembulan dan bukan mentari. Aku sudah terlalu capek dengan perdebatan-perdebatan diantara kita, cintaku padamu membuatku lebih memilih diam daripada harus berdebat denganmu. Aku yakin, suatu saat kau pasti akan mengetahui mengapa aku lebih memilih rembulan.
“Tahu gak, sinar mentari pagi itu selalu bisa membuatku ingat kamu. Cahayanya yang lembut membuatku selalu bisa merasakan sentuhanmu.” Aku mengingat jelas kata-katamu yang selalu kamu lontarkan dikala pagi hari, padahal jelas-jelas aku tidak suka bepergian di pagi hari. Tapi demi kamu, aku melakukannya.
Malam ini rembulan terlihat penuh dengan cahaya keemasannya yang menakjubkan. Bulan purnama, aku selalu suka melihat keindahan bulan purnama. Aku selalu rela untuk tidak tidur hanya demi melihat keelokan bulan purnama, tapi kamu malah marah-marah dan selalu menyuruhku untuk cepat tidur. Tapi malam ini, aku tidak ingin menuruti kata-katamu, aku ingin memuaskan hatiku untuk memandangi keindahan rembulan yang bersinar terang di kegelapan malam bersamamu. Malam ini aku merindukanmu, jadi aku datang kesini untuk menemuimu.
Kamu tahu, aku sangat mencintaimu seperti halnya aku sangat mencintai rembulan. Tapi sayang, kamu tak pernah tahu akan hal itu dan selalu menganggapku seperti Mentari. Aku jelas membenci mentari, aku membenci sinarnya yang selalu bisa mengalahkan sinar rembulan. Aku membenci hangatnya yang selalu bisa menusuk kulitku yang rapuh. Meski kau sudah berulangkali berdalih Mentari bukan matahari, tapi aku akan tetap menganggapnya matahari dan aku rembulan.
Seandainya saja kamu lebih peka, seandainya saja kamu bisa lebih menekan rasa ingin tahumu itu. Seandainya saja aku menuruti kata-katamu untuk cepat tidur di malam bulan purnama itu, mungkin saja aku tak akan melihatmu bercumbu bersama Mentari.
Aku sangat mencintaimu, aku ingin menunjukkan padamu tentang indahnya sinar rembulan pada bulan purnama malam itu, aku tak berniat menunjukkan padamu bagaimana pedihnya hati yang disayat-sayat pisau. Darah yang mengalir deras dari robekan dadamu membuatku tahu bahwa cintaku lebih besar dari cintamu. Mata itu, mata yang selalu menyiratkan keingintahuan tak pantas berada ditempatnya. Inilah takdir dari kesalahanmu, kau harus menyesali perbuatanmu di neraka.
Sudah kubilang bukan, aku rembulan dan bukan matahari. Aku membenci Mentari, sama seperti aku membenci perasaanmu yang telah berubah mencintai Mentari ketika kamu tahu dia adalah saudara kembarku dan aku tahu cewek seperti dialah yang kamu suka. Tidak-tidak, bukan kamu saja tapi semua lelaki yang mengenalku pasti akan beralih mencintainya ketika mereka tahu dia lebih mudah untuk dicumbu.
Kamu, lelaki kesekian yang kucintai. Mungkin di dunia kita belum berjodoh, tapi dimalam bulan purnama ini aku berucap doa pada Yang Kuasa, semoga nanti kita bisa berjodoh di neraka karena hati kita sudah menyatu. Kamu yang sekarang berada dibalik batu nisan ini pasti bisa melihatku yang sedang menikmati hatimu yang pernah mencintaiku.
****SELESAI****
NB : Cerita ini pernah aku ikutkan di FF yang diadakan di mukabuku. Berhubung gak kepilih terus daripada mubazir di catatan mukabukuku lebih baik aku posting disini. Sekalian juga menyelingi postingan review-review itu. hahahahahahaha
muka buku itu apa? kaya nulis buku???? ehek ehek kamu komen banyak sekali nak sampe masuk spam waahahahaha...
ReplyDeleteiya nih aku ilangin capcaay nya soalnya aku dimarahin emak ninda. wakakakaka :D
Ceritanya bagus fit, cuma aku pengen tanya, kok pilihan katanya "neraka"?
ReplyDeleteSori, sifay pingin tahuku kumat hahahha....
pada awalnya aku kira mentarinya itu matahari, eh ternyata.
ReplyDeleteyang aku heranin, kenapa milihnya neraka?
entahlah, tiap aku ngebuat cerita yang kayak gini, pembunuhan, yg tokohnya mati, pokoknya bukan yang romantis laah, pasti aku milih neraka. karena aku ngerasa orang yang udah membunuh itu pemikirannya lebih logis dan dia tau kalau dia gak bakalan bisa masuk surga. hahahaha
Deleteala-ala lagunya Pinkan mambo yess, hahahahaha
ReplyDeleteKunjungan pagi
ReplyDeletelha kok neraka fit
kok gak surga
sukses ya buat kontesnya
wah kata-katanya daleeemmmmm bangettt!!!
ReplyDeleteNB mukabuku tu apa fit!?!?!? hehehehehe
yak tetap semangat.selamat berakhir pekan ya fit!?!?!
mukabuku itu temat kita chatting-chattingan itu loh bli. hahahaha
DeleteWakakkkak kok malah di neraka do'ain biar masuk surga :D
ReplyDeletewew, kenapa ketemu nya di neraka ya, bingung, garuk garuk, baca lagi, tetep bingung, huft :((
ReplyDeletekadang ku lebih menikmati kesendirian dalam gelap malam
ReplyDeletekalo bukan mentari, matriks aja deh. atau xl hehehe..gak nyambung ya. btw, buku Nyonya besar belum terjual Vie. Berminat?
ReplyDeleteboleh copas yaaa. ada proyek nihhh
ReplyDeletenih sample nya
http://www.mediafire.com/download.php?6khi8hi8i22vioi
Sebenarnya gak suka aku kalau maen copas aja. Tapi setidaknya sertakan penulis aslinya, jangan anggap karya org lain menjadi karyamu pribadi.
DeleteCk.. Ck... Ck... Ceritanya... MANTAAAAFFF BANGEEET!!!
ReplyDeleteHmm.. Ayas kok jadi heran juga yach, Kenapa kok lebih memilih Rembulan siy daripada Mentari???
Apa gara2 Sang Mentari itu tak seputih dan selembut Sang Rembulan???
Hweheheee...
I Like it
^_^
asalamualaikum
ReplyDeletesip banget ,walaupun tidak terpilih di mukabuku
padahal romantis mba
wah ko certianya sedih ya, tambah sedih lagi dengan perumpamaan neraka, kenapa ga surga ya... emh. jadi sedih nie, tapi mantap dah.
ReplyDeletesiapa juga yg bilang kamu mentari,kamu kan bulan :P hahaha piss
ReplyDeletedari uraian yang diatas udah enak banget tapi kok endingnya?? -__- ngga salah pilih tempat gitu??
ReplyDeletehmmm... jadi rembulan itu saudaranya mentari?
ReplyDeletehai pitri, adikku ngekos di dharmahusada
ReplyDeletebegitupun juga aku ikut2 disana :P