Aku masih ingat betul di hari senin pagi yang cerah itu keluargaku membangunkanku, ayah yang biasanya masih molor bangun sudah rapi sekali, kakakku yang biasanya masih tidur sudah nongkrong di depan televisi hanya untuk melihat adiknya berangkat kerja di pagi hari. Yupz, pekerjaan pertamaku yang membuat keluargaku ikut senang.
Pukul 06.30 sampailah aku ditempatku kerja, disana sudah ramai sekali. Sudah banyak sekali orang-orang, dan ada juga orang yang test di hari yang sama denganku. Tapi hari pertama ini ternyata yang aku lakukan sama dengan test observasi itu, yupz aku masih harus melewati semua itu selama 2-3 bulan ke depan. Saleskah ini??? pikirku saat itu. Semua temanku yang telah berkutat dengan tetek bengek dunia perkuliahan sudah mulai menguliahiku, "Udahlah fit, gak usah diterusin. Kerjaan apaan bikin capek gini, lagian loh udah ketauan ini sales kok masih diterusin kamu itu. Udah dech kamu itu dibohongi." Tau apa sih mereka tentang pekerjaan ini, ucapku membatin.
Hari demi hari kulalui dengan panas-panasan di lapangan, ditolak orang-orang, dan bahkan dicacimaki, namun tak membuat diriku makin mundur. Aku harus bisa, tekadku saat itu. Walaupun semuanya mengomentari sales atau apapun itu tapi aku percaya bahwa aku pasti bisa. Hingga suatu hari, "Ma, aku mau ngekost." ijinku ke Mama yang dengan seketika membuat mama kaget dan akhirnya. "Buat apa kost fit??? Kamu di Surabaya dan kerjamu juga di Surabaya. Mama gak ngijinin." Suatu penolakan yang sudah kuduga.
Tapi aku bukanlah orang yang selalu menurut begitu saja, bukannya aku termasuk anak nakal tapi aku ingin sekali merasakan bagaimana jika kita mencoba untuk hidup mandiri. Aku cuma tidak ingin terus-terusan merasa mengganggu kedua orangtuaku, salahkah aku?! Minggu demi minggu aku masih menuruti mereka, tapi mereka tidak tahu kalau aku anaknya ini telah merencanakan niat.
Minggu terakhir di bulan itu aku melaksanakan niatku untuk pergi dari rumah dan mulai ngekost, aku hanya meninggalkan sepucuk surat buat orangtuaku. Dengan niat yang kumantapkan bahwa aku pasti bisa, aku mulai pergi sore itu tanpa sepengetahuan orangtuaku. Semua udah terencana, bahkan kamar kostku sudah diatur sedemikian rupa sama temanku. Sedih memang dan hanya diaryku yang bisa merasakan kesedihanku.
Bulan demi bulan kurasakan menjadi anak kost, capeeekkkk. Pagi aku harus berangkat, siang berada di lapangan, dan malam baru bisa pulang. Sesampainya dikost aku langsung tidur, tak ada waktu untuk berpikir yang lainnya, mungkin terkadang aku merasa kangen sama orangtuaku. Apalagi kudengar bahwa ayahku langsung sakit dan masuk rumah sakit setelah kepergianku dari rumah, warung yang biasanya dipakai ibu jualan dan sangat berjasa dalam membiayai sekolahku dulu tergeletak begitu saja, ibu sakit-sakitan. Aku merasa sangat berdosa dan bersedih, tapi aku yakin aku pasti bisa berhasil. Yupz, semuanya aku korbankan demi perusahaan ini yang katanya bisa membuat kita berhasil dalam bisnis, tapi perlu proses dalam meraih kesuksesan dan proses itulah yang aku laksanakan ini.
Tapi pikiran negatif mulai merasuki pikiranku disaat bulan sudah mencapai bulan kelima. Aku masih ingat dengan kata-kata konsultanku, "Dibisnis ini fit, kalau kita yakin bisa sukses dalam waktu 2-3 bulan kita pasti bisa meraihnya, gak ada yang gak mungkin." Tapi buktinya sampai lima bulan aku masih tetap seperti ini, masih tetap di lapangan dan belum mencapai sukses. Padahal semua sistem sudah aku lakukan, 5 langkah komunikasi sudah aku terapkan, sikap-sikap di lapangan sudah terpatri dalam sanubari, tapi semua itu belum bisa membuatku berhasil. Semua motivasi-motivasi dari manajer, konsultan dan bahkan dari Andre Wongso pun telah terpatri didalam hatiku. Semua dukungan teman-teman seperjuangan pun tak luput memotivasi diriku disaat aku sedang merasa sedih.
Andai saja tak ada teman-temanku, aku pasti dengan mudahnya langsung pulang. Tapi aku masih bertahan karena ada Dwi yang masih mau berbagi denganku disaat kami sedang kehabisan uang dan membeli nasi sebungkus buat makan berdua selama seminggu, Eko yang mau meminjamkan bahunya disaat aku menangis teringat keluargaku, Evi yang mau meluangkan waktunya untuk berimajinasi denganku besok kalau sudah berhasil apa yang akan diraih duluan, Angga yang telah sudi mengukir bukuku dengan motivasi-motivasi, dan Lamda yang selalu membuatku tersenyum saat muka ini sudah mulai manyun. Merekalah penyemangatku yang bisa membuatku tetap berada disini.
Namun semangatku mulai kendor kala satu persatu dari mereka mulai putus asa dan memilih pulang ke rumah. Evi pulang ke rumah karena ibunya sakit dan dia harus merawatnya, Dwi harus pulang ke rumah dan keluar dari bisnis ini karena orangtuanya menjemputnya dan tidak memperbolehkan balik lagi, si Eko pergi tanpa pamit dan hanya menelpon bahwa dia sudah tidak kuat lagi. Aku hanya bisa bertahan dan berjanji sama mereka bahwa aku akan bisa meraih sukses. Tapi janji tinggallah janji, tanpa mereka aku tidak bersemangat.
Di sore itu aku bertekad untuk kembali pulang, kukemasi semua perlengkapanku. Tepat bulan ketujuh, aku mengundurkan diri dan merasa tidak mampu untuk meneruskan kerja disini. Dengan sedikit kekecewaan aku pulang ke rumah. "Assalamualaikum," kuucapkan salam sebelum memasuki rumahku, ternyata rumahku masih tetap seperti dulu tak ada perubahan. Pintunya masih ada coretan tanganku, temboknya masih putih dan ada gambaran adikku. "Waalaikumsalam," kudengar suara ibuku dari dalam rumah. "Masya' Allah fitri, pak fitri pulang loh." teriak ibuku melihat anaknya yang tanpa kabar selama 7 bulan kini berada didepan rumah. "LOH, kenapa nduk?!" tanya ayahku melihat tasku yang tergeletak disampingku. "Aku pulang." cuma kata itulah yang bisa kuucapkan, aku menahan airmataku agar tidak tumpah. Ayah, ibu aku kangen sama kalian. ucapku dalam batin.
Ternyata aku tidak bisa mencapai kesuksesan, toh namanya sukses gak begitu saja tapi masih ada proses. Yang jelas jika kita masih mampu berproses, jalani proses itu dan jangan bermalas-malasan. Tepat bulan ke delapan, aku berulangtahun yang ke 19. Ulangtahun yang sepi menurutku, karena tak ada pesta dan perayaan. Aku hanya ingin merenung di ulang tahunku yang ke19 ini.
Ingatanku berputar kembali, apalagi saat aku bertemu dengan anak kecil di terminal saat aku baru pulang dari lapangan. Dia meminta duit 2000 hanya untuk ingin membeli nasi pecel, saat itu aku punya uang 10 ribu dan memberikannya setengah dari milikku. Kasian anak itu, sekarang bagaimana nasibnya ya? pikirku. Aku jadi terharu kala teringat gimana kerasnya kehidupan di lapangan, banyak cacimaki dan tolakan, dengan berpanas-panasan, diguyur hujan, kena polusi. Aneh airmataku keluar tanpa sebab, mengapa baru sekarang aku menangis, kenapa saat di lapangan aku bisa tegar dan sekarang malah menangis.
PT. DELTA EXPANDING atau biasa disebut dengan PT. DEXPAND, sebuah perusahaan distribusi yang bergerak untuk management training yang membantu Sumber Daya Manusianya untuk berproses meraih kesuksesan. Namun aku tak bisa meneruskan tapi PT. DEXPAND akan selalu terpatri di hatiku dan akan selalu kukenang karena di PT inilah aku bisa menambah wawasanku. Aku beruntung di umurku yang masih muda aku mempunyai pengalaman yang bahkan gak semua orang merasakannya, hanya 1 : 1000 yang pernah mungkin merasakan hal yang sama denganku. Dimana mental ini ditempa, dimana proses yang sangat berat itu dijalani.
Aku merasa menjadi anak muda yang paling beruntung walaupun ternyata aku harus menyerah di tengah perjalanan proses ini tapi aku gak akan menyerah untuk terus meraih sukses. Dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman yang kudapatkan dari PT. DELTA EXPANDING aku terus maju dan terus meraih sukses.
PS: cerita ini aku buat untuk mengenang semua teman-temanku yang masih proses di perusahaan itu. Dan buat semua teman-temanku yang sekarang meraih sukses di luar perusahaan itu.