19 Jan 2017

#Day2: Saya Histeris?

0


Kenapa harus saya kasih tanda tanya? Karena sejujurnya saya bukan tipe seseorang yang bisa dengan mudahnya berteriak histeris kala bertemu dengan idolanya. Bukan seperti itu, saya tipikal orang yang menyimpan semua histeria dalam batin. Bukan perkara jaim hanya saja saya tidak tahu bagaimana harus berteriak sehisteris seperti mereka karena entahlah saat melihat mereka semua berteriak saya merasa ngilu, bukan karena suaranya tapi setelah kehisterisan itu selesai yang tersisa hanya rasa capek dan bisa jadi kehilangan suara.


Histeris, kebanyakan diidentikkan dengan sebuah pertunjukan atau konser. Pernah saya menonton satu konser penyanyi idola saya, hampir keseluruhan penonton berteriak histeris sambil mengangkat-angkat tangan mereka, mungkin untuk dipegang sang penyanyi. Saya? Bahagia lah bisa melihat penyanyi yang saya idolakan. Berteriak? Hehe tidak, saya hanya terdiam, takjub lalu membatin tidak percaya saya bisa melihat penyanyi idola saya.

Namun, di hari kedua ini saya diharuskan menjawab tiga hal yang membuat saya histeris. Tiga hal. Terbersit satu impian kecil saya. Sebenarnya dulu ini adalah impian besar, tapi sekarang saya anggap kecil karena impian itu sekarang hanya berada di pojokan pemikiran saya yang tak pernah terjamah. Mungkin salah satu hal yang akan membuat saya histeris, jika saya benar-benar menginjakkan kaki ke Negara Jepang. Alasannya? Saya terlalu sering memimpikan Negara tersebut, melihat tentang kemajuan Negara tersebut dari media manapun, mendengar betapa bagusnya Negara tersebut dari mulut teman-teman yang pernah kesana.

Hal kedua, pemikiran saya menyeret salah seorang yang akhir-akhir ini ada namanya sering saya sebut. Seseorang yang ah entahlah, membuat saya malu untuk mengingatnya. Mungkin..... mungkin sekali..... dan sangat mungkin saya akan histeris sendiri di dalam kamar jika seseorang itu yang sangat jauh mengajak saya bertemu dan berkata hal-hal yang sangat saya inginkan keluar dari mulutnya.

Lalu hal ketiga adalah sebuah harapan, saya tersenyum hanya dengan membayangkannya. Kemungkinan besar saya pasti akan histeris jika memang nyata terjadi. Jika ada seseorang yang memberi sebuah hadiah novel karya Tere Liye lengkap mulai dari novel pertamanya sampai yang akan datang yaitu "Bintang", sungguh pasti saya akan histeris karena tidak percaya hal itu bila terjadi.

Jangan ditanya bagaimana saya histeris sedangkan selama ini saya selalu diam. Tentu saja kehisterisan itu banyak bentuknya, dengan sujud syukur, mata berbinar-binar, lompat-lompat tidak jelas (tentu saja hanya akan terjadi di dalam kamar), dan senyum-senyum gila. Bahkan saya sudah tersenyum sendiri membayangkan tiga hal tersebut seandainya terjadi.

Saat saya hampir mengepost tulisan ini, satu pemikiran menyelusup. Histeris tidak selalu diidentikkan dengan kebahagiaan. Ada hal sedih yang juga bisa membangktkan kehisterisan seseorang. Satu hal yang membuat saya lalu ketakutan, saya tidak tahu mungkin hal ini juga bisa membuat saya histeris sedemikian rupa jika saya melihat kucing saya yang telah saya anggap anggota keluarga saya meninggal, bisa dipastikan saya akan menangis sehisteris mungkin karena saya sangat mencintai kucing saya.

PS: tulisan ini diikutsertakan pada event #10Days Writing Challenge yang diadakan oleh Kampus Fiksi.

0 orang yang sudi mengomentari:

Post a Comment

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com