27 Dec 2015

Hanya Satu

0

Kamu, satu-satunya alasan untukku tetap bertahan sembari menyeruput secangkir kopi.

Aku masih setia mendengarmu bercerita, terkadang diselipi tawa berderai hingga menangis di ujung mata. Bercerita, tertawa, bercerita, menyeruput kopi, lalu bercerita lagi. Aku hanya mendengar, sesekali mengangguk, selebihnya terdiam, mengamati.

Entah sudah cangkir ke berapa yang ini, engkau menghabiskan tandas dan memanggil pelayan untuk merefill lagi. Entah sudah cerita yang mana lagi ini, engkau seperti tak lelah untuk bercerita, padahal aku sudah memberikan kode jelas dengan menguap tanda aku sudah bosan. Entah sudah tawa yang seperti apa ini, engkau seakan tidak kehabisan stok tawa dalam dirimu yang hanya aku balas dengan senyuman. Entah sudah pukul berapa sekarang ini, engkau seperti tak ingin beranjak dari tempat ini, padahal kakiku sudah mati rasa dan ingin cepat beranjak dari sini. Namun, lagi-lagi aku rela berdamai dengan semua keluhku hanya untuk mendengar ceritamu yang terkadang diselipi tawa berderai hingga menangis di ujung mata.

Kamu menyeruput kopi lagi, lalu bercerita tentang hujan yang kemarin membuatmu kuyup, membuatmu menggigil kemudian. Lalu ceritamu melompat ke wanita yang kamu temui saat kamu berkunjung ke kantor klien. Kamu tertawa kemudian, lalu bercerita tentang bagaimana wanita itu mencoba merayumu, mengajak makan siang, bertukar nomor ponsel. Aku tersenyum sesaat.

"Ah sudah habis lagi kopinya."

Kamu mengeluh tentang kopi yang cepat habis, lalu kamu bercerita lagi bahwa ada kafe yang mungkin aku sukai, berada di dekat sini. Aku melihat cangkir kopiku yang masih utuh, tak tersentuh. Pandangan yang sangat kontras bukan? Kopiku masih belum terjamah, namun kopimu tinggal ampas. Kamu tertawa berderai lagi, dan aku hanya tersenyum simpul. Kamu terus bercerita, dan aku terdiam menyimpan satu cerita. Hanya satu, dan aku rela menunggumu selesai bercerita untuk kemudian aku menceritakannya padamu perihal hati yang selalu merindu tawa berderai itu.

Entah sudah berapa kali kamu memanggil pelayan hanya untuk merefill cangkir kopi. Aku mengangkat tangan memanggil pelayan, membuatmu mengangkat alis menatapku. Malam ini sudah cukup untukku mendengar tawa berderai itu. Esok mungkin waktuku untuk bercerita, esok mungkin Tuhan mau berbaik hati membungkam mulutmu dan memberiku kesempatan untuk bercerita. Hanya satu cerita. Dan itu tentang kamu.
***

Surabaya
08/12/2015-15:57

0 orang yang sudi mengomentari:

Post a Comment

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com